Open Source Logo
Jika
Indonesia memang cocok dengan open source, harusnya tak ada lagi pembajakan
software berbayar, paling tidak rasionya kecil. Tetapi pada kenyataannya hal
ini tidak terjadi. Mungkin memang benar, ya, sangat benar bahwa saat ini
Indonesia belum jadian dengan open source.
Dari
sisi lain kita punya harapan. Meskipun belum cocok, Indonesia sedang dalam masa
pendekatan menuju Indonesia yang open source. Kita lihat di Indonesia sudah ada
banyak pengembang software open source Linux, sebagai contoh DOSCOM (Dinus Open
Source Community). Mereka merupakan pengembang dari distro Tea Linux OS. Sebuah
OS racikan anak bangsa. Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa generasi
mendatang Indonesia dapat menjadi pasangan serasi dengan open soure melalui
para penerus-penerus bangsa seperti mereka.
Indonesia Go Open Source
(IGOS)
Namun,
memang ada beberapa faktor yang sangat menghambat perkembangan open soure di
Indonesia. Salah satunya yaitu menggunakan software berbayar TETAPI ilegal
alias bajakan. Jika kita ingin Indonesia agar benar-benar serasi dengan open
source, muali dari sekarang kita harus mulai menekan keluar penggunaan software
ilegal tersebut. Harus dicatat bahaw saat ini Indonesia berada di posisi
pertama yang paling banyak menggunakan software bajakan. Kita harus bertindak
agar catatan itu bisa kita ubah menjadi nomor satu pengguna open source dan
pengembang open source dan menjadi nomor terakhir untuk pengguna software
bajakan.
“Software
bajakan itu indah, gratis dan bisa kita gunakan seperti kita membayar untuk
software tersebut.” Adakah yang beranggapan seperti itu? Sangat berbahaya jika
kalimat tersebut tertanam di pikiran kita. Di beberapa situasi kita mungkin
tidak bisa lepas dari menggunakan software close source/berbayar. Tetapi banyak
dari kita yang belum bisa menghargai software tersebut kemudian menggunakan
versi hitam dari software tersebut. Software berbayar sangat erat kaitannya
dengan pembajakan. Bagaimana mengurangi penggunaan software bajakan? Ada
beberapa alasan orang memakai software berbayar, baik yang original ataupun bajakan.
Berikut ini saya rangkum hal tersebut dalam 3 hal utama yang membuat orang
susah untuk lepas dari software close source.
Yang
pertama dan paling utama adalah kebiasaan dan awal kita belajar.
Sejak pertama kali kita
belajar komputer, sistem operasi yang kebanyakan orang pelajari adalah sistem
operasi berbayar. Hal ini akan berimbas saat kita mempelajari sistem operasi
open source seperti Linux. Apa yang terlintas di pikiran kita, Linux itu susah.
Pasti dan dapat dipastikan hal tersebut yang paling sering dikatakan para
pemula open source.
Anak sekolah dasar yang
sudah pernah belajar komputer di sekolahnya mungkin berpikir, komputer itu
sebuah kotak yang mirip televisi yang di tampilan layarnya ada tulisan “Start”
di bagian pojok kiri bawah. Sampai mereka SMP masih menjumpai hal yang sama,
tetapi mungkin tidak ada tombol start melainkan lingkaran biru dengan bendera
warna-warni. Kemudian mereka lulus dan masuk SMA, ternyata mssih sama, entah
seperti apa model di pojokan itu berubah atau tidak.
Hal
ini yang membuat kita merasa sulit saat ingin belajar software open source.
Karen dari awal kita belajar yang kita kenal adalah yang itu-itu saja. Ini
menjadi kebiasaan yang sangat sulit untuk dihilangkan.
Tetapi
dari sisi lain jika kita pertama kali belajar software dengan open osurce, maka
kita akan mengatakan sulit untuk software close source. Perlu ada pihak lain
yang membantu mereka belajar dari awal jika ingin Indonesia serasi dan cocok
plus klop dengan open source.
Yang kedua adalah
tuntutan.
Dimana
kita sekarang? Seperti apa tempat kita bekerja? Aplikasi apa saja yang kita
gunakan untuk bekerja?
Tuntutan.
Menuntut kita untuk selalu bekerja dengan software berbayar. Dan mungkin juga
bajakan karena perlu banyak uang untuk membeli software original untuk kita
pakai bekerja. Jika hal ini yang terjadi, akan sangat susah untuk berpaling.
Jika kita seorang bos, bisa saja kita menyuruh semua anak buah menggunakan
software open source. Tetapi kita berpikir dua kali, apakah mereka bisa
menghasilkan seperti saat menggunakan software close source? Mungkin rugi
karena memerlukan waktu untuk migrasi dan bisa optimal menggunakan open source.
Tetapi
kita punya instansi pemerintah yang hebat. Mereka sedikit demi sedikit berusaha
menghilangkan tuntutan ini dengan bermigrasi ke software open source. Sekaligus
menghilangkan kebiasaan menggunakan software berbayar/bajakan. Semua dimulai
dari pemerintah, mereka sudah beraksi, kini saatnya kita memulai seperti yang
sudah dicontohkan para pemimpin kita.
“Kita
harus menghilangkan tuntutan bekerja dengan software bajakan, sebelum kita
dituntut karena menggunakan software bajakan!”
Dan yang terakhir adalah
keinginan kita, kecanduan kita.
Berbahaya jika kita
kecanduan sesuatu. Akan sulit untuk bisa terlepas. Saya contohkan yaitu
kencanduan dalam GAME. Banyak dari kita sangat suka Nge’game. Untuk kita kita
memakai software berbayar yang biasanya juga bajakan untuk memainkan game yang
kita suka yang biasanya juga bajakan.
Kecanduan
game memang sangat susah, karena pengembang game-game populer juga belum
membuat game untuk platform OS seperti Linux. Dan salah satu solusi dan mungkin
satu-satunya solusi kita yaitu selingkuh. Selingkuh dengan menggunakan dua atau
lebih sistem operasi di komputer kita. Dengan begitu kita tetap bisa memainkan
game di sistem operasi yang “lain”. Tetapi ya sama saja kita tetap menggunakan
software bajakan. Masalah ini sepertinya belum ada solusi yang tepat agar tidak
menggunakan yang “bajakan”.
Jadi kesimpulannya
Indonesia masih sangat susah untuk benar-benar open source. Harapan ada pada
kita, para pejuang open source, untuk mencari solusi dari masalah-masalah yang
ada. Kita tidak hanya berjuang dan bersaing di rancah lokal, tetapi secara
tidak langsung kita juga ikut bertarung di rancah global. Demi “OPEN SOURCE DAN
INDONESIA”. Mari kita berjuang untuk Indonesia lebih maju, dengan open source
kita bisa, tindas penggunaan software ilegal!
Go Indonesia, Go Open
Source!
0 komentar:
Posting Komentar